SELAMAT DATANG DI KANTOR BADAN KESBANGPOL KONAWE UTARA

SELAMAT DATANG DI KANTOR BADAN KESBANGPOL KONAWE UTARA

BERITA TERKINI

Rss

Senin, 23 November 2015
Berita Foto : Pengukuhan Tiga Pj Kades Persiapan se Kec Asera

Berita Foto : Pengukuhan Tiga Pj Kades Persiapan se Kec Asera



Wanggudu - Bupati Konawe Utara, Drs. H. Aswad Sulaiman P, M.Si mengukuhkan Penjabat Kepala Desa Persiapan di Kecamatan Asera dan Kecamatan Andowia.

Tiga Penjabat kepala desa yang dikukuhkan di Kecamatan Asera masing-masing, Penjabat Kepala Desa Persiapan Rambumolea, Asmayudin, Penjabat Kepala Desa Persiapan Wanggudu Utama, Agusran Firdaus,S.Sos dan Penjabat Kepala Desa Persiapan Alasolo, Busran yang diangkat berdasarkan Keputusan
Bupati Konawe Utara Nomor 489 Tahun 2015, yang dihadiri sejumlah kepala SKPD dan masyarakat dari ketiga desa persiapan itu di Aula PB4K Wanggudu Konawe Utara, Senin, 23/11/2015.
JM  Sumber Berita : mediakonawe.com
Kamis, 12 November 2015
UU Ormas, Dulu dan Sekarang

UU Ormas, Dulu dan Sekarang




Sulit mengamati wujud efektivitas Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Tepat pada 2 Juli 2013, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan disahkan. Implementasi UU Ormas ini pun tak luput dari pengamatan Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB).

Ternyata, lahirnya UU baru yang menjadi pengganti UU No 8/1985 itu justru menuai permasalahan baru. Padahal, jika dicermati kembali dalam sejarah perjalanan UU ini, keberadaan UU No 8/1985 dibuat pemerintahan Orde Baru untuk mengontrol masyarakat melalui wadah dan asas tunggal bagi berbagai bentuk dan jenis organisasi.

Jika merunut ingatan kita ke belakang, pada 1987, Pemuda Islam Indonesia (PII) dibubarkan oleh Menteri Dalam Negeri waktu itu, Suparjo Rustam, karena menolak pengaturan ormas tersebut.

Kemudian di era Reformasi, DPR dan pemerintah segera mengganti UU No 8/1985 dengan UU No 17/2013. Tujuannya untuk mengatasi terorisme, tindak pidana pencucian uang, tindak kekerasan, dan mendorong transparansi serta akuntabilitas ormas.

Dalam UU Ormas, semua bentuk organisasi yang tumbuh dalam masyarakat disebut organisasi kemasyarakatan. Mulai dari yang berbadan hukum hingga tidak berbadan hukum. UU Ormas pun mengatur organisasi yang bergerak nyaris di seluruh bidang, dari bidang keagamaan hingga seni.

"Artinya, secara praktik, lembaga pengelola pesantren, amil zakat, panti asuhan, rumah sakit, sekolah, organisasi kepemudaan, komunitas pencinta seni dan film, asosiasi atau perkumpulan keilmuan, profesi, hobi, organisasi sosial atau filantropi, hingga paguyuban keluarga diatur oleh UU Ormas," kata anggota Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB), Fransisca Fitri, dalam diskusi publik "Laporan Tahun Kedua Pelaksanaan UU Ormas" di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta di Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (12/11).

Implementasi UU Ormas

Pemantauan terhadap implementasi UU Ormas tersebut dilakukan KKB, terutama pasca pembatalan dan juga pengubahan sejumlah pasal yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 23 Desember 2014. Dari 21 pasal yang diajukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk diuji materi secara hukum, ternyata MK melalui putusan Nomor 82/PUU-XI/2013 hanya mengesahkan sembilan pasal baik dibatalkan maupun dihapuskan. Sementara KKB mengajukan uji materi sebanyak sembilan pasal dan hanya satu pasal yang diputuskan MK.

Beberapa bulan setelah putusan MK, kata Fransisca, Menteri Dalam Negeri merilis Surat Edaran Nomor 220/0190/Kesbangpol tentang penjelasan putusan MK terhadap UU No 17/2013. Isinya memuat dan menekankan hasil putusan MK. Hanya saja, tafsir atas frasa putusan ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

Bisa juga diterjemahkan di tingkat lokal menjadi secara luas dan justru bertentangan dengan UU Ormas serta mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Fransisca menunjukkan contoh riil di Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Pemkab menafsirkan pelayanan pemerintah dengan membuat kebijakan "tidak akan melayani" permohonan bantuan dalam bentuk apa pun, memberikan keterangan atau wawancara, atau sampai tidak menghadiri undangan kegiatan dari ormas yang tidak terdaftar. Kebijakan ini ditetapkan lewat SE Bupati Nomor 200/BKBPL/182/IV/2015 tentang keberadaan ormas/lembaga swadaya masyarakat.

Kepala Sub-Direktorat Kemitraan dan Pemberdayaan Ormas Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Mohammad B Saudy mengatakan, "Pemerintah sesungguhnya tidak hanya ingin ormas menjadi sebuah organisasi besar saja, tetapi juga menginginkan ormas bisa menjadi mitra dan melakukan kontrol terhadap pembangunan. Semakin banyak ormas, semakin baik kontrol terhadap kebijakan bagi pembangunan."

Menurut Saudy, saat gugatan uji materi diajukan dan berproses di MK, tidak ada niat sedikit pun dari pemerintah untuk merasa menang. Bahkan, ketika sejumlah pasal diubah atau dihapus oleh MK, pemerintah juga tidak merasa sedih. Meski demikian, pemerintah tetap membuat tata cara pendaftaran ormas agar diterbitkan surat keterangan terdaftar (SKT).

Dosen Pascasarjana UMJ, Endang Rudianto, mengatakan, hingga kini ada sekitar 140.000 ormas di Indonesia yang terdaftar dan memiliki SKT baik dari pemerintah setempat maupun Ditjen Kementerian Dalam Negeri. Sementara ormas yang tidak terdaftar diperkirakan mencapai tiga kali lipatnya.

Menurut Endang, pasca 32 tahun berada di dalam genggaman kekuatan pemerintahan Orde Baru, bangsa yang menginginkan sebuah pembaharuan atau reformasi ini memang sepertinya belum siap terhadap kebijakan dan pembangunan sistem yang baru. Apa pun yang diputuskan MK, UU Ormas memang tak luput dari kelemahan, di antaranya menyangkut sanksi, larangan, atau pembubaran terhadap ormas jika melakukan pelanggaran.

Sumber Berita : Kompas


Copyright © KESBANGPOL KONUT All Right Reserved
Designed by KESBANGPOLKONUT/@KESBANGPOL Published..KESBANGPOL